A. Hakikat apresiasi
Apresiasi dapat diartikan suatu langkah untuk mengenal, memahami, dan
menghayati suatu karya sastra yang berakhir dengan timbulnya pencelupan atau
rasa menikmati karya tersebut dan berakibat subjekapresiator dapat menghargai
karya sastra yang dinikmatinya secara sadar. Karya sastra dapat dikenal atau
dipahami melalui unsur-unsur yang membangunnya atau disebut dengan unsur
intrinsik. Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik, yaitu tema, plot/alur, tokoh,
watak tokoh, latar, seting, amanat/pesan, sudut pandang, dan gaya
bahasa. Selain dari unsur intrinsik dan teks seni berbahasa, juga dapat
diapresiasi dengan menelaah penggunaan atau pilihan kata serta istilah yang
terdapat dalam teks tersebut. Termasuk dalam hal ini, mencari kata-kata kunci
yang menjadi penanda tema teks yang bersangkutan.
Di samping pengamatan terhadap unsur-unsur intrinsik dan pemakaian
unsur bahasanya, untuk memahami suatu karya sastra atau teks seni berbahasa
dapat dilakukan pula pengamatan terhadap unsure-unsur ekstrinsik, yaitu hal-hal
yang melatar belakangi terciptanya teks seni berbahasa tersebut. Hal-hal
tersebut antara lain latar belakang pengarang, tujuan penulisan, latar
sosial-budaya, lingkungan kehidupan pengarang, serta latar belakang pendidikan.
B. Pengertian
apresiasi
Apresiasi sastra merupakan salah satu bentuk reaksi
kinetik dan reaksi verbal seorang pembaca terhadap karya sastra yang didengar
atau dibacanya. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar
istilah apresiasi. Barangkali dalam benak kita muncul pertanyaan: apa itu
apresiasi? Istilah apresiasi muncul dari kata appreciate (Ing), yang berarti
menghargai. Sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa apresiasi sastra
adalah kegiatan untuk menghargai sastra. Namun, dalam perkembangan berikutnya
pengertian apresiasi sastra semakin luas. Banyak tokoh mencoba memberikan
batasan tentang apresiasi sastra. S. Effendi memberikan batasan bahwa apresiasi
sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga
tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pada cipta sastra tersebut.
Istilah
Apresiasi berasal dari bahasa latin Apreciation yang berarti
“mengindahkan”. Dalam konteks yang lebih luas itilah apresiasi menurut Gove
dalam Aminuddin (1987:34) mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau
kepekaan, dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang
diungkapkan pengarang. Pada sisi lain, Squire dan Taba dalam Aminuddin
(1987:35) berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga
unsur inti, yakni (1) aspek kognitif, berkaitan dengan keterlibatan unsur
intelek pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur kesusastraan yang bersifat
objektif (2) aspek emotif, berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca
dalam upaya menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca (3)
aspek evaluatif, berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik
buruk, indah tidak indah, sesuai tidak sesuai serta segala ragam penilaian lain
yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup
dimiliki oleh pembaca.
Sejalan
dengan rumusan pengertian apresiasi di atas, Effendi (1973:33) mengungkapkan
bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara
sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran
kritis, dan kepekaan pikiran yang baik terhadap karya sastra. Dari pendapat itu
juga disimpulkan bahwa kegiatan apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya,
sebagai suatu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya.
Sehubungan
dengan masalah di atas, Djunaedi (1992:2-4) menyebutkan tingkat penerimaan
seseorang terhadap karya sastra (novel) ada empat, yaitu : (1) Tingkat reseftif
adalah tahap penerimaan menurut apa adanya (2) Tingkat reaktif adalah tahap
pemberian reaksi terhadap kehadiran sebuah karya sastra (3) Tingkat produktif
adalah tahap pemberian reaksi terhadap karya sastra yang dibacanya (dinikmati)
dan sekaligus dapat memproduksi dan menelaah karya sastra tersebut (4) Tingkat
implementatif adalah tahap memahami, mengevaluasi dan memproduksi sastra, serta
dapat mewujudkan kebenaran yang diperolehnya dari bacaan sastra dalam kehidupan
sehari-hari.
C. Proses apresiasi
Sebelum melakukan apresiasi, umumnya
seseorang memilih bentuk karya sastra atau jenis teks seni berbahasa yang
disukai, misalnya bentuk karya sastra prosa, puisi, drama, atau film. Kesukaan
itu akan melangkah pada upaya seseorang untuk mengetahui atau memahami lebih
dalam karya yang dipilihnya. Sebuah karya sastra dapat disukai dan digemari
oleh seseorang oleh karena karya tersebut dapat memberi kesan tersendiri yang
menimbulkan empati bagi penggemarnya. Hal itu disebabkan proses penciptaan
karya sastra meliputi hal-hal berikut ini.
1.
Upaya mengeksplorasi jiwa pengarangnya yang
diejawantahkan ke dalam bentuk bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain.
2.
Upaya menjadikan sastra media komunikasi antara
pengarang atau pencipta dan peminat sastra.
3.
Upaya menjadikan sastra sebagai alat penghibur dalam
arti merupakan alat pemuas hati peminat sastra.
4.
Upaya menjadikan isi karya sastra merupakan satu bentuk
ekspresi yang mendalam dari pengarang atau sastrawan terhadap unsur-unsur
kehidupan. Dengan kata lain, merupakan hasil proses yang matang bukan sekadar
diciptakan.
Untuk mengapresiasi sebuah karya sastra atau teks seni berbahasa,
perlu dilakukan aktivitas berupa:
(1) mendengarkan/menyimak
(2) membaca
(3) menonton
(4) mempelajari bagian-bagiannya
(5) menceritakan kembali
(6) mengomentari
(7) meresensi
(8) membuat parafrasa
(9) menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan karya tersebut
(10) merasakan seperti: mendeklamasikan (untuk puisi ) atau melakonkan
(untuk drama
(11) membuat sinopsis untuk cerita, dan sebagainya Selain aktivitas
merespons karya sastra seperti disebutkan di atas, langkah-langkah
mengapresiasi sebuah karya sastra yang diminati secara umum meliputi hal-hal
berikut:
1.
Menginterpretasi atau melakukan penafsiran terhadap karya sastra berdasarkan
sifat-sifat karya sastra tersebut
2.
Menganalisis atau menguraikan unsur-unsur karya sastra tersebut, baik unsur
intrinsik maupun ekstrinsiknya
3.
Menikmati atau merasakan karya sastra berdasarkan pemahaman untuk mendapatkan
penghayatan
3.
Mengevaluasi atau menilai karya sastra dalam rangka mengukur kualitas karya
tersebut
4.
Memberikan penghargaan kepada karya sastra berdasarkan tingkat kualitasnya
D. Reaksi kinetik dan reaksi verbal dalam apresiasi
Jenis Apresiasi
Dalam tahapan apresiasi tertinggi,
seseorang akan dapat memberikan penilaian dan penghargaan yang posisif bagi
sebuah karya sastra. Ia pun dapat memberikan penjelasan secara objektif dan
mempertanggungjawabkan sikapnya tersebut kepada orang lain. Setelah melakukan
pilihan kepada sebuah bentuk karya sastra yang menarik pikiran dan perasaan
atau jiwa seninya, seseorang akan merespons karya tersebut dengan dua bentuk
sikap atau jenis apresiatif, yaitu apresiasi yang bersifat kinetik atau sikap
tindakan dan apresiasi yang bersifat verbalitas
Apresiasi bersifat kinetik, yaitu sikap
memberikan minat pada sebuah karya sastra lalu berlanjut pada keseriusan untuk
melakukan langkah-langkah apresiatif secara aktif. Misalnya, untuk bentuk karya
sastra berupa prosa fiksi seperti cerpen dan novel, tindakan apresiatifnya
ialah memilih cerpen atau novel yang sesuai kehendaknya. Selanjutnya, membaca
dan menyenangi novel sejenis, menyenangi tema atau pengarangnya, memahami
pesan-pesannya, jalan ceritanya, serta mengenal tokoh-tokoh dan watak tokohnya,
bahkan secara ekstrim ada yang berkeinginan mengindentifikasi diri menjadi
tokoh yang digemari dalam karya prosa tersebut. Puncak dari sikap apresiasinya
ialah ingin dapat membuat karya cerpen atau novel seperti itu. Setidak-tidaknya
dapat memberikan komentar atau tanggapan tentang hal yang berhubungan dengan
novel yang digemari.
Untuk karya puisi, memerhatikan pembacaan
puisi, menyukai puisi-puisi tertentu, berusaha memahami makna puisi yang
disukai, mengenal para penyair jenis puisi yang disukai, berusaha dapat membaca
puisi dengan baik, dan puncaknya berkeinginan dapat membuat puisi sejenis serta
menulis tanggapan atau ulasan mengenai puisi itu. Untuk karya sastra drama
apresiasif kinetiknya menyukai pementasan drama, tertentu, mengenal karakter
tokohnya, para kru di belakangnya, dan ingin melakonkan tokoh tertentu pada
drama sejenis. Sekarang mungkin objeknya lebih kepada bentuk tayangan film yang
memiliki unsur-unsur yang sama dengan drama.
Apresiasi bersifat verbal, yaitu pemberian
penafsiran, penilaian, dan penghargaan yang berbentuk penjelasan, tanggapan,
komentar, kritik, dan saran serta pujian baik secara lisan maupun tulisan.
Dalam kaitannya dengan aspek kompetensi menyimak, apresiasi bermula pada proses
mendengarkan penyampaian karya sastra secara lisan dengan serius dan saksama,
kemudian berlanjut pada pencapaian langkah-langkah apresiasi yang telah
dijelaskan di atas. Untuk pembelajaran tentang apresiasi sastra, semua bentuk
karya sastra yang dapat diperdengarkan harus dipelajari.
E. Tahap –tahap apresiasi
1. Tahap mengenal dan menikmati
Pada
tahap ini, kita berhadapan dengan suatu karya. Kemudian kita mengambil suatu
tindakan berupa membaca, melihat atau menonton, dan mendengarkan suatu karya
sastra.
2. Tahap menghargai
Pada
tahap ini kita merasakan manfaat atau nilai karya sastra yang telah dinikmati.
Manfaat di sini berkaitan dengan kegunaan karya sastra tersebut. Misalnya
memberi kesenangan, hiburan, kepuasan, serta memperluas wawasan dan pandangan
hidup.
3. Tahap pemahaman
Pada
tahap ini kita melakukan tindakan meneliti serta menganalisis unsur-unsur yang
membangun karya sastra, baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsiknya.
Akhirnya kita menyimpulkan karya sastra tersebut. Apakah karya sastra tersebut
termasuk baik atau tidak, bermanfaat atau tidak bagi masyarakat sastra?
4. Tahap penghayatan
Pada
tahap ini kita membuat analisis lebih lanjut dari tahap sebelumnya, kemudian
membuat interpretasi atau penafsiran terhadap karya sastra serta menyusun
argumen berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya.
5. Tahap aplikasi atau penerapan
Segala
nilai, ide, wawasan yang diserap pada tahap-tahap terdahulu diinternalisasi
dengan baik, sehingga masyarakat penikmat sastra dapat mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari.
Dengan
demikian, kegiatan apresiasi sastra diartikan sebagai suatu proses mengenal,
menikmati, memahami, dan menghargai suatu karya sastra secara sengaja, sadar,
dan kritis sehingga tumbuh pengertian dan penghargaan terhadap sastra.
1)
bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa
sehari-hari).
2) karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain memiliki
berbagai ciri keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi
dan ungkapannya.
Sastra
dalam pengertian umum adalah karya tulis yang merupakan ungkapan pengalaman
manusia melalui bahasa yang mengesankan. Dalam sastra terkandung ide, pikiran,
perasaan, dan pengalaman yang khas manusiawi, serta diungkapkan dengan bahasa
yang indah. Jakob Sumardjo mengatakan bahwa sastra memiliki badan dan jiwa.
Jiwa sastra berupa pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia. Badannya berupa
ungkapan bahasa yang indah. Karya sastra mempunyai tiga ciri yang melekat
padanya.
1)
Sastra itu memberikan hiburan.
Dalam
lubuk hati manusia terpatri kecintaan akan keindahan. Manusia adalah makhluk
yang suka keindahan. Karya sastra adalah ekspresi dari keindahan itu. Karena itu, karya
sastra yang baik selalu menyenangkan untuk dibaca.
2)
Sastra menunjukkan kebenaran hidup manusia.
Dalam
karya sastra terungkap berbagai pengalaman hidup manusia: baik-buruk,
benar-salah, menyenangkan-menyedihkan, dan sebagainya. Karena itu, manusia lain
dapat memetik pelajaran dari karya sastra tersebut.
3)
Sastra melampaui batas bangsa dan zaman.
Nilai-nilai
kebenaran, ide atau gagasan dalam karya sastra yang baik bersifat universal
sehingga dapat dinikmati oleh bangsa mana pun. Karya sastra yang
baik juga dapat menerobos batas-batas waktu. Artinya, karya sastra tersebut
tetap relevan sepanjang zaman.
F.
Tingkatan-tingkatan dalam apresiasi sastra
Mengingat
tujuan apresiasi sastra sebagaimana telah diuraikan di atas adalah untuk
mempertajam kepekaan terhadap persoalan hidup, membekali diri dengan
pengalaman-pengalaman rohani, mempertebal nilai moral dan estetis; maka
tingkatan dalam apresiasi sastra diukur dari tingkat keterlibatan batin
apresiator. Untuk dapat mengetahui tingkat keterlibatan batin, seorang
apresiator harus memiliki “patos”. Istilah “patos” berasal dari kata ‘patere’
(Latin) yang berarti ‘merasa’. Dengan kata lain, untuk dapat mencapai
tingkatan-tingkatan dalam apresiasi, seorang apresiator harus dapat membuka
rasa.
Tingkatan
pertama dalam apresiasi sastra adalah “simpati”. Pada tingkatan ini batin
apresiator tergetar sehingga muncul keinginan untuk memberikan perhatian
terhadap karya sastra yang dibaca/digauli/diakrabinya. Jika kita membaca karya
sastra kemudian mulai muncul perasaan senang terhasdap karya sastra tersebut,
berarti kita sudah mulai masuk ke tahap pertama dalam apresiasi sastra, yaitu
simpati.
Tingkatan
kedua dalam apresiasi sastra adalah ‘empati’ Pada tingkatan ini batin
apresiator mulai bisa ikut merasakan dan terlibat dengan isi dalam karya sastra
itu. Dengan kata lain, jika kita membaca prosa cerita, kemudian kita bisa ikut
merasakan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita tersebut, berarti
tingkat apresiasi sastra kita sudah sampai pada tingkat kedua, yaitu empati.
Tingkat
ketiga atau tingkat tertinggi dalam apresiasi sastra adalah ‘refleksi diri’.
Pada tingkatan ini, seorang apresiator tidak hanya sekedar tergetar (simpati),
atau dapat merasakan (empati) saja, tetapi dapat melakukan refleksi diri atas
nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu. Dengan kata lain, pada
tingkat ketiga ini seorang apresiator dapat memetik nilai-nilai karya sastra
sebagai sarana untuk berrefleksi, bercermin diri.
G. Aspek
dalam apresiasi
Apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yakni 1) aspek kognitif, 2) aspek
emotif, dan 3) aspek evaluatif.
Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya
memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif. Unsur-unsur kesastraan
yang bersifat objektif tersebut, selain dapat berhubungan dengan unsur-unsur
yang secara internal terkandung dalam suatu teks sastra atau unsur intrinsik,
juga dapat berkaitan dengan unsur-unsur di luar teks yang secaralangsung
menunjang kehadiran teks sastra itu sendiri.
Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam upaya
menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu,
unsur emosi juga sangat berperanan dalam upaya memahami unsur-unsur yang
bersifat subjektif. Unsur subjektif itu dapat berupa bahasa paparan yang
mengandung ketaksaan makna atau bersifat konotatif-interpretatif serta dapat
pula berupa unsur-unsur signifikan tertentu, misalnya penampilan tokoh dan setting
yang bersifat metaforis.
Aspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap
baik-buruk, indah tidak indah, sesuai-tidak sesuai serta sejumlah ragam
penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara
personal cukup dimiliki oleh pembaca. Dengan kata lain, keterlibatan unsur
penilaian dalam hal ini masih bersifat umum sehingga setiap apresiator yang
telah mampu meresponsi teks sastra yang dibaca sampai pada tahapan
pemahaman dan penghayatan, sekaligus juga mampu melaksanakan penilaian.
Sejalan dengan rumusan pengertian di atas, Effendi dalam (Aminuddin,2002)
mengemukakan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya
sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan
pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik
terhadap karya sastra. Juga disimpulkan bahwa kegiatan apresiasi dapat tumbuh
dengan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra
yang diapresiasinya, menumbuhkan sikap sungguh-sungguh serta melaksanakan
kegiatan apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya, sebagai suatu kebutuhan
yang mampu memuaskan rohaniahnya.
Belajar apresiasi sastra pada hakikatnya adalah belajar tentang hidup dan
kehidupan. Melalui karya sastra, manusia akan memperoleh gizi batin, sehingga
sisi-sisi gelap dalam hidup dan kehidupannya bisa tercerahkan lewat
kristalisasi nilai yang terkandung dalam karya sastra. Teks sastra tak ubahnya
sebagai layar tempat diproyeksikan pengalaman psikis manusia. Seiring dengan
dinamika peradaban yang terus bergerak menuju proses globalisasi, sastra
menjadi makin penting dan urgen untuk disosialisasikan dan
"dibumikan" melalui institusi pendidikan. Karya sastra memiliki
peranan yang cukup besar dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang.
Dengan bekal apresiasi sastra yang memadai, para keluaran pendidikan diharapkan
mampu bersaing pada era global dengan sikap arif, matang, dan dewasa.
H. Tujuan
dan Manfaat dari Apresiasi Sastra
Tujuan dan Manfaat
Apresiasi Sastra
1.
Melatih keempat keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara, membaca,
dan menulis.
2.
Menambah pengetahuan tentang pengalaman hidup manusia seperti adat istiadat,
agama, kebudayaan, dsb.
3.
Membantu mengembangkan pribadi
4.
Membantu pembentukan watak
5.
Memberi kenyamanan
6.
Meluaskan dimensi kehidupan dengan pengalaman baru (Wardani 1981)
Selain itu, manfaat lain dari
apresiasi sastra, diantaranya :
1.
Nilai personal
Memberi
kesenangan, mengembangkan imajinasi, memberi pengalaman yang dapat terhayati,
mengembangkan pandangan ke arah persoalan kemanusiaan,
menyajikan pengalaman yang bersifat emosional.
2.
Nilai pendidikan
Membantu
perkembangan bahasa, meningkatkan kelancaran-kemahiran membaca, meningkatkan
keterampilan menulis, mengembangkan kepekaan terhadap sastra (Huck 1987).
DAFTAR
PUSTAKA
Aminuddin.
2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra..Bandung:
Sinar Baru Algesindo.
Dola, Abdullah. 2007. Apresiasi Prosa Fiksi dan Drama. Makassar:
Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
http://dc347.4shared.com/doc/s_VcSJ_L/preview.html
http://putuwijaya.wordpress.com/2007/11/03/pengajaran-sastra http://triratihmulyaningsih.blogspot.com/2014/01/latar-belakang-apresiasi-karya-sastra.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar