Resume Analisis Wacana Menurut Para Ahli
Oleh : Kiki Andri Yani ( 136828 )
A.
Hakikat
Wacana
Wacana
merupakan satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan
kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang
jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis (Tarigan, 1987: 27). Wacana merupakan istilah yang sudah
tidak asing lagi dalam dunia kebahasaan karena wacana merupakan salah satu
unsur linguistik yang banyak digunakan di dalam dunia kebahasaan.
Bagan 1. Posisi
satuan-satuan gramatikal
WACANA
|
KALIMAT
|
KLAUSA
|
FRASA
|
KATA
|
MORFEM
|
FONEM
|
FONA
|
Berdasarkan paparan di atas, maka wacana
mencakup kalimat, gugus kalimat, dan paragraf. Wacana menempati posisi
terbesar dalam unsur linguistik,
sehingga dalam perkembangannya, wacana dikaji secara ilmiah. Untuk lebih
memperjelas, berikut adalah pengertian wacana menurut beberapa ahli.
Nama
Ahli
|
Pengertian
Wacana (discourse)
|
Kridalaksana
(dalam
Sumarlam dkk,
2009:5).
|
Satuan
bahasa terlengkap dan merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar
dalam hierarki gramatikal.
|
JamesDeese
(dalam Sumarlam dkk, 2009:6)
|
Seperangkat
proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau
rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.
|
Djajasudarma
(1994:1)
|
Rentetan
kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi
yang lain, membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih
kasar yang akan melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau
wacana.
|
Alwi, dkk
(2000:41)
|
Rentetan
kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara
kalimat-kalimat itu.
|
Oka dan
Suparno
(1994:31)
|
Satuan
bahasa yang membawa amanat yang lengkap
|
Sumarlam, dkk
(2009:15)
|
Satuan
bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah,
khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat,
dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk
bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna)
bersifat koheren, terpadu.
|
Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam
wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana
dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan
sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.
B.
Hakikat
Analisis Wacana menurut Para Ahli
Suwandi (2008:145)
mengemukakan bahwa analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang
fungsi bahasa atau penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi.Analisis wacana juga berkaitan dengan kajian
interdisipliner, seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, dan filsafat bahasa (Oka dan Suparno, 1994:263). Kaitan ini
dapat diterima karena analisis wacana berkembang sedemikian rupa, sehingga
keberadaannya memang melibatkan beberapa kajian lain. Para sosiolinguis
memperhatikan yang berhubungan dengan interaksi sosial, terkait pula dengan penggunaan
bahasa di masyarakat.
Para ahli psikolinguistik menganalisis wacana dari segi pemahaman
ujaran, cara memproduksi dan menggunakan bahasa, dan pemerolehan bahasa. Para
ahli filsafat bahasa mengkaji wacana dari segi semantik wacana dan unsur wacana
dalam kaitannya dengan konstruksi ujaran dalam pasangan-pasangan.Analisis
wacana meletakkan titik berat pada fungsi bahasa sebagai alat interaksi antara
penulis dan pembaca atau antara pembicara dan pendengar (Wahab, 1998:69).Analisis wacana juga dipandang sebagai studi
tentang struktur pesan dalam komunikasi (Sobur,
2002:48).
Jadi, fungsi bahasa sebagai alat komunikasi semakin tampak terwadahi
dengan adanya analisis wacana.Pada pokoknya, para analis wacana memikirkan
datanya sebagai rekaman proses yang dinamis, di mana bahasa dipergunakan
sebagai alat komunikasi dalam suatu konteks oleh seorang penulis atau seorang
penutur untuk menyatakan buah pikirannya dan menyampaikan maksudnya (Wahab, 1998:56).
Analisis
wacana memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Bentuk
kajian tentang pembahasan wacana.
2. Bersifat
alamiah baik dalam bentuk tulisan maupun lisan.
3. Bersifat
interpretatif-pragmatis baik bahasanya maupun maksudnya.
4. Inferensif,
yaitu mempunyai simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya.
5. Wujud
bahasa yang lebih jelas, karena didukung oleh situasi yang tepat.
6. Upaya
untuk menangkap makna dari penyapa (addressor) kepada pesapa (addressee)
7. Upaya
untuk mengetahui konstelasi kekuatan dalam proses produksi dan reproduksi
makna. (Darwoto, 2014)
C.
Pandangan tentang Analisis Wacana
Analisis wacana merupakan istilah umum yang banyak dipakai dari berbagai
disiplin ilmu dan dengan berbagai paradigma/pandangan.Ada tiga pandangan
mengenai bahasa, yakni sebagai berikut.
1.
Pandangan
pertama, diwakili oleh kaum positivisme-empiris/strukturalis menyatakan bahwa
bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya.
Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan
melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendala. Pernyataan yang logis, sintaksis
dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu ciri dari pemikiran
tersebut adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan
analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman tersebut adalah orang tidak
perlu memahami makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya. Sebab,
yang terpenting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut
kaidah sintaksis dan semantik. Oleh karena itu, kebenaran sintaksis adalah
bidang utama dari aliran tersebut tentang wacana. Analisis wacana dimaksudkan
untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa dan pengertian bersama. Wacana
dapat diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran sintaksis dan
semantik (Rosidi, 2003:8).
2.
Pandangan kedua,
yang diwakili oleh kaum konstruktivisme/ fungsionalis. Aliran ini dipengaruhi
oleh fenomenologi yang menolak pandangan positivism-empiris tentang subjek dan
objek bahasa dipisahkan. Aliran konstruktivisme memandang bahasa tidak lagi dipahami
sebagai realitas objek belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai
pernyataan. Konstruktivisme memandang justru subjek sebagai sentral utama dalam
kegiatan wacana.
3.
Pandangan
kritis, pandangan ini mengoreksi pandangan konstruktivisme yang kurang
sensitive pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara
historis maupun institusional. Analisis wacana dalam pandangan ini menekankan
pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi
makna. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representai yang berperan
dalam membentuk subjek dan tema-tema tertentu, serta strategi di dalamnya.
Karena memakai respektif kritis, analisis wacan kategori ketiga ini juga
disebut sebagai analisis wacana kritis (Critical
Discourse Analysis / CDA). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana
dalam kategori yang pertama atau kedua (Discourse
Analysis). (Eriyanto, 2001: 6-7)
Berdasarkan ketiga pandangan tersebut, David 1994
(dalam Arifin, 2012: 10) mengklasifikasikan menjadi dua paradigma, yaitu
paradigma formal dan paradigma fungsional sebagai berikut :
STRUKTURAL
|
FUNGSIONAL
|
Struktur bahasa (kode) sebagai tata
bahasa.
|
Struktur tuturan sebagai cara berbicara.
|
Hanya sebagai alat yang dapat berkorelasi apa yang dianalisis sebagai kode
mendahului analisis penggunaan
|
Analisis penggunaan didahulukan, kemudian analisis kode.
|
Fungsi referensi semantik dipakai sebagai normanya
|
Pengorganisasian fitur-fitur tambahan memperhatikan kode dan digunakan
secara integral.
|
Element struktur dianalisis (perspektif historis atau universal).
|
Stilistik dan fungsi sosial.
|
Fungsi (adaptasi), ada keseimbanagan bahasa; semua bahasa pada
hakikatnya sama.
|
Elemen dan strukturnya sebagai pendekatan etnografis
|
Kode bersifat homogen dan komunitas yang seragam.
|
Fungsi (adaptasi), bahasa bervariasi, gaya, aktual, tidak semuanya
sama.
|
|
Komunitas tuturan sebagai gaya bahasa.
|
D.
Strategi dalam Analisis Wacana
Dalam pokok bahsan ini, Jorgensen dan Phillips (2007:
267-270) menyajikan empat strategi yang bisa digunakan dalam analisis wacana
dengan berbagai pendekatan.Keempat strategi tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Pembandingan
Yakni membandingkan dengan teks-teks lain secara
teoritis didasarkan pada sudut pandangan strukturalis.
2.
Subtitusi
Yakni bentuk pembandingan analis menciptakan teks
sebagai pembandingnya.Dalam strategi ini kita bergerak kea rah berlawanan
dengan menyisipkan beberapa kata yang dipilih ke dalam teks, kita mendapatkan
kesan bagaimana kata-kata itu mengubah makna teks dan dengan demikian kita
memperoleh kesan bagaimana kata-kata yang benar dipilih itu menciptakan
makna-makna tertentu dalam teks bersangkutan.
3.
Membesar-besarkan
sesuatu yang terperinci
Kita bisa membesar-besarkan sesuatu yang terperinci
tersebut dan kemudian menanyakan kondisi-kondisi apa yang diperlukan agar ciri
tersebut masuk akal dan tentang interpretasi apa yang sekiranya secara
keseluruhan cocok dengan ciri tersebut.
4.
Vokalitas
ganda
Menggambarkan logika kewacanaan atau suara-suara yang
berbeda dalam teks.Strategi ini didasarkan pada premis analisis wacana tentang
antartekstualitas.
Sedikit masukan....artikelnya sudah bagus akan tetapi tolong dilampirkan juga daftar pustakanya supaya jelas sumbernya....terima kasih
BalasHapus