Sabtu, 13 Juni 2015

Resume Analisis Wacana Menurut Para Ahli



Resume Analisis Wacana Menurut Para Ahli
Oleh : Kiki Andri Yani ( 136828 )


A.    Hakikat Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis (Tarigan, 1987: 27). Wacana merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi dalam dunia kebahasaan karena wacana merupakan salah satu unsur linguistik yang banyak digunakan di dalam dunia kebahasaan.
Bagan 1. Posisi satuan-satuan gramatikal

WACANA
KALIMAT
KLAUSA
FRASA
KATA
MORFEM
FONEM
FONA

Berdasarkan paparan di atas, maka wacana mencakup kalimat, gugus kalimat, dan paragraf. Wacana menempati posisi terbesar  dalam unsur linguistik, sehingga dalam perkembangannya, wacana dikaji secara ilmiah. Untuk lebih memperjelas, berikut adalah pengertian wacana menurut beberapa ahli.
Nama Ahli
Pengertian Wacana (discourse)
Kridalaksana
(dalam Sumarlam dkk, 2009:5).
Satuan bahasa terlengkap dan merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar dalam hierarki gramatikal.
JamesDeese
(dalam Sumarlam dkk, 2009:6)
Seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.
Djajasudarma
(1994:1)
Rentetan kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.
Alwi, dkk
(2000:41)
Rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.  
Oka dan Suparno
(1994:31)
Satuan bahasa yang membawa amanat yang lengkap
Sumarlam, dkk
(2009:15)
Satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu.

Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.

B.     Hakikat Analisis Wacana menurut Para Ahli
Suwandi (2008:145) mengemukakan bahwa analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi bahasa atau penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi.Analisis wacana juga berkaitan dengan kajian interdisipliner, seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, dan filsafat bahasa (Oka dan Suparno, 1994:263). Kaitan ini dapat diterima karena analisis wacana berkembang sedemikian rupa, sehingga keberadaannya memang melibatkan beberapa kajian lain. Para sosiolinguis memperhatikan yang berhubungan dengan interaksi sosial, terkait pula dengan penggunaan bahasa di masyarakat.
Para ahli psikolinguistik menganalisis wacana dari segi pemahaman ujaran, cara memproduksi dan menggunakan bahasa, dan pemerolehan bahasa. Para ahli filsafat bahasa mengkaji wacana dari segi semantik wacana dan unsur wacana dalam kaitannya dengan konstruksi ujaran dalam pasangan-pasangan.Analisis wacana meletakkan titik berat pada fungsi bahasa sebagai alat interaksi antara penulis dan pembaca atau antara pembicara dan pendengar (Wahab, 1998:69).Analisis wacana juga dipandang sebagai studi tentang struktur pesan dalam komunikasi (Sobur, 2002:48).
Jadi, fungsi bahasa sebagai alat komunikasi semakin tampak terwadahi dengan adanya analisis wacana.Pada pokoknya, para analis wacana memikirkan datanya sebagai rekaman proses yang dinamis, di mana bahasa dipergunakan sebagai alat komunikasi dalam suatu konteks oleh seorang penulis atau seorang penutur untuk menyatakan buah pikirannya dan menyampaikan maksudnya (Wahab, 1998:56).
Analisis wacana memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.      Bentuk kajian tentang pembahasan wacana.
2.      Bersifat alamiah baik dalam bentuk tulisan maupun lisan.
3.      Bersifat interpretatif-pragmatis baik bahasanya maupun maksudnya.
4.      Inferensif, yaitu mempunyai simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya.
5.      Wujud bahasa yang lebih jelas, karena didukung oleh situasi yang tepat.
6.      Upaya untuk menangkap makna dari penyapa (addressor) kepada pesapa (addressee)
7.      Upaya untuk mengetahui konstelasi kekuatan dalam proses produksi dan reproduksi makna. (Darwoto, 2014)

C.    Pandangan tentang Analisis Wacana
Analisis wacana merupakan istilah umum yang banyak dipakai dari berbagai disiplin ilmu dan dengan berbagai paradigma/pandangan.Ada tiga pandangan mengenai bahasa, yakni sebagai berikut.
1.      Pandangan pertama, diwakili oleh kaum positivisme-empiris/strukturalis menyatakan bahwa bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendala. Pernyataan yang logis, sintaksis dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu ciri dari pemikiran tersebut adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman tersebut adalah orang tidak perlu memahami makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya. Sebab, yang terpenting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik. Oleh karena itu, kebenaran sintaksis adalah bidang utama dari aliran tersebut tentang wacana. Analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa dan pengertian bersama. Wacana dapat diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran sintaksis dan semantik (Rosidi, 2003:8).
2.      Pandangan kedua, yang diwakili oleh kaum konstruktivisme/ fungsionalis. Aliran ini dipengaruhi oleh fenomenologi yang menolak pandangan positivism-empiris tentang subjek dan objek bahasa dipisahkan. Aliran konstruktivisme memandang bahasa tidak lagi dipahami sebagai realitas objek belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme memandang justru subjek sebagai sentral utama dalam kegiatan wacana.
3.      Pandangan kritis, pandangan ini mengoreksi pandangan konstruktivisme yang kurang sensitive pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Analisis wacana dalam pandangan ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representai yang berperan dalam membentuk subjek dan tema-tema tertentu, serta strategi di dalamnya. Karena memakai respektif kritis, analisis wacan kategori ketiga ini juga disebut sebagai analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis / CDA). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori yang pertama atau kedua (Discourse Analysis). (Eriyanto, 2001: 6-7)
Berdasarkan ketiga pandangan tersebut, David 1994 (dalam Arifin, 2012: 10) mengklasifikasikan menjadi dua paradigma, yaitu paradigma formal dan paradigma fungsional sebagai berikut :

STRUKTURAL
FUNGSIONAL
Struktur bahasa (kode) sebagai tata
bahasa.
Struktur tuturan sebagai cara berbicara.
Hanya sebagai alat yang dapat berkorelasi apa yang dianalisis sebagai kode mendahului analisis penggunaan
Analisis penggunaan didahulukan, kemudian analisis kode.
Fungsi referensi semantik dipakai sebagai normanya
Pengorganisasian fitur-fitur tambahan memperhatikan kode dan digunakan secara integral.
Element struktur dianalisis (perspektif historis atau universal).
Stilistik dan fungsi sosial.
Fungsi (adaptasi), ada keseimbanagan bahasa; semua bahasa pada hakikatnya sama.
Elemen dan strukturnya sebagai pendekatan etnografis
Kode bersifat homogen dan komunitas yang seragam.
Fungsi (adaptasi), bahasa bervariasi, gaya, aktual, tidak semuanya sama.

Komunitas tuturan sebagai gaya bahasa.

D.    Strategi dalam Analisis Wacana
Dalam pokok bahsan ini, Jorgensen dan Phillips (2007: 267-270) menyajikan empat strategi yang bisa digunakan dalam analisis wacana dengan berbagai pendekatan.Keempat strategi tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Pembandingan
Yakni membandingkan dengan teks-teks lain secara teoritis didasarkan pada sudut pandangan strukturalis.

2.      Subtitusi
Yakni bentuk pembandingan analis menciptakan teks sebagai pembandingnya.Dalam strategi ini kita bergerak kea rah berlawanan dengan menyisipkan beberapa kata yang dipilih ke dalam teks, kita mendapatkan kesan bagaimana kata-kata itu mengubah makna teks dan dengan demikian kita memperoleh kesan bagaimana kata-kata yang benar dipilih itu menciptakan makna-makna tertentu dalam teks bersangkutan.

3.      Membesar-besarkan sesuatu yang terperinci
Kita bisa membesar-besarkan sesuatu yang terperinci tersebut dan kemudian menanyakan kondisi-kondisi apa yang diperlukan agar ciri tersebut masuk akal dan tentang interpretasi apa yang sekiranya secara keseluruhan cocok dengan ciri tersebut.

4.      Vokalitas ganda
Menggambarkan logika kewacanaan atau suara-suara yang berbeda dalam teks.Strategi ini didasarkan pada premis analisis wacana tentang antartekstualitas.

1 komentar:

  1. Sedikit masukan....artikelnya sudah bagus akan tetapi tolong dilampirkan juga daftar pustakanya supaya jelas sumbernya....terima kasih

    BalasHapus